Minggu, 24 November 2013

Penerapan GCG pada Pemerintah

Penerapan GCG pada Pemerintah
LATAR BELAKANG GCG

Latar belakang kebutuhan atas good corporate governance (GCG) dapat dilihat dari latar belakang praktis dan latar belakang akademis.
·         Dari latar belakang praktis, dapat dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus melakukan restrukturisasi corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun 1929. Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 yang efeknya masih terasa hingga saat ini.
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada saat ini juga ditengarai karena tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG, beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron Corp., Worldcom, Xerox dan lainnya melibatkan top eksekutif perusahaan tersebut menggambarkan tidak diterapkannya pronsip-prinsip GCG.
·         Dari latar belakang akademis, kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan denganprincipal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak.
Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu Entitas tersendiri yang terpisah merupakan Subyek Hukum, sehingga keberadaan korporasi dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi melalui penerapan GCG.
Selain pendekatan model Agency Theory dan Stakeholders Theory tersebut di atas, kajian permasalahan GCG oleh para akdemisi dan praktisi juga berdasarkan Stewardship Theory, Management Theory dan lainnya.

Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, dan telah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER — 01 /MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu:
"KOMITMEN, ATURAN MAIN, SERTA PRAKTIK PENYELENGGARAAN BISNIS SECARA SEHAT DAN BERETIKA"

PERAN BPKP DALAM PENGEMBANGAN GCG

Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pengkajian Sistem Manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip good corporate governance, Menteri Keuangan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian dan pengembangan sistem manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengacu pada prinsip Good Corporate Governance(GCG). Selanjutnya, BPKP telah membentuk Tim Good Corporate Governance dengan Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-06.02.00-316/K/2000 yang diperbaharui dengan KEP-06.02.00-268/K/2001.
Tim GCG tersebut mempunyai tugas:
"MERUMUSKAN PRINSIP-PRINSIP PEDOMAN EVALUASI, IMPLEMENTASI DAN SOSIALISASI PENERAPAN GCG, SERTA MEMBERIKAN MASUKAN KEPADA PEMERINTAH DALAM MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN KINERJA DALAM RANGKA PENERAPAN GCG PADA BUMN/BUMD DAN BADAN USAHA LAINNYA (BUL)"


Sebagai bagian dari peningkatan governance di lingkungan Pemerintah Indonesia serta dorongan dari beberapa lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), dan Overseas Economic Coordination Fund (OECF), BPKP ikut mengerahkan sumber dayanya untuk mendorong penerapan good corporate governance di lingkungan BUMN/D. Dilingkungan BUMN, upaya ini juga dilakukan dalam rangka merespon surat Menteri Keuangan No. 359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 seperti disebutkan di atas.
Selanjutnya, dengan dialihkannya Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan kepada Menteri BUMN tersebut, saat ini sedang dilakukan tindak lanjut kerjasama dengan Kantor Kementrian BUMN.

Demikian pula halnya dengan good corporate governance di bidang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BPKP telah melakukan interaksi dengan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (Otda) cq. Dirjen Otda. Upaya yang dilakukan oleh Tim GCG BPKP berupa menyusun kajian dan bahan untuk sosialisasi GCG di BUMN/D. Strategi yang dilakukan adalah melakukan kerjasama dengan Kantor Kementrian BUMN untuk melakukan Sosialisasi, Lokakarya dan Asistensi Implementasi GCG

Dalam rangka mengukur tingkat penerapan GCG pada BUMN pertama kalinya, Menteri BUMN meminta bantuan BPKP untuk melakukan pengukuran dan pengujian penerapan GCG (Assessment) pada 16 BUMN, pengujian dan pengukuran GCG di 16 BUMN yang telah dilakukan oleh BPKP merupakan momentum yang sangat strategis bagi dalam mengukur dan menguji penerapan GCG pada BUMN dan mendorong penerapannya. Setelah pengujian 16 BUMN tersebut pengukuran dan pengujian penerapan GCG berlanjut pada BUMN-BUMN lainnya, seperti BUMN sektor jasa keuangan, jasa konstruksi, perdagangan, sektor perkebuanan, perhubungan dan lain-lain.

PRODUK BPKP DALAM PENGUKURAN DAN PENGEMBANGAN CGG

Dalam rangka pengembangan dan pengukuran penerapan GCG, BPKP telah melakukan kajian, pengembangan dan penerbitan modul-modul untuk meningkatkan kompetensi SDM BPKP dan menyebarkan kepedulian dan perlunya penerapan GCG.

Beberapa modul, pedoman dan lain-lain yang telah diterbitkan antara lain:
1.      Modul Pengenalan GCG terdiri dari:
1.      Modul 1, Dasar-dasar Coprorate Governance
2.      Modul 2, Governance Pada Organ Utama
3.      Modul 3, Implementasi Good Corporate Governance Dalam Manajemen Korporasi
4.      Modul 4, Organ Pendukung Dalam Penerapan Good Corporate Governance
5.      Modul 5, Pengelolaan Hubungan Dengan Stakeholder Lainnya Dalam Penerapan GCG
2.      Pedoman Evaluasi GCG terdiri dari:
1.      Buku I, Pedoman Umum
2.      Buku II, Indikator dan Parameter
3.      Buku III, Metodologi Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.      Buku IV, Pemaparan
5.      Buku V, Pelaporan
3.      Pedoman Asistensi GCG terdiri dari:
1.      Buku I, Petunjuk Teknis
2.      Buku II, Penyusunan Code of Corporate Governance
3.      Buku III, Penyusunan Code of Conduct
4.      Buku IV, Penyusunan Piagam Komite Audit
5.      Buku V, Penyusunan Piagam Internal Audit
4.      Pedoman/Referensi Lain:
1.      Kamus Scorecard GCG BPKP
2.      Frequently Asked Question Good Corporate Governance
Untuk pengembangan penerapan GCG kedepan BPKP terus melakukan kajian dan pengembangan, beberapa issu yang saat ini sedang mengemuka sehubungan dengan UU tentang Perseroan Terbatas seperti Corporate Social Responsisbility (CSR) sedang dikaji bagaimana implementasinya.

penerapan GCG pada BUMN

Penilaian Mandiri atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG) pada BUMN
Penerapan tata kelola yang baik (GCG) pada BUMN harus berpedoman pada Permen BUMN No Per-01/MBU/2011 tanggal 01 Agustus 2011 dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku, serta anggaran dasar BUMN. Pedoman GCG harus memuat:
1.      Manual Direksi dan Dewan Komisaris
2.      Manual Manajemen Risiko
3.      Sistem Pengendalian Intern
4.      Sistem Pengawasan Intern
5.      Mekanisme Pelaporan atas Dugaan Penyimpangan
6.      Tata Kelola Teknologi Informasi
7.      Pedoman Perilaku Etika
Menurut Pasal 44 (1) Permen BUMN 01/2011, BUMN wajib melakukan pengukuran atas kualitas penerapan GCG yang dilaksanakan berkala setiap 2 (dua) tahun dalam 2 bentuk yaitu 1) penilaian (assessment) atas  pelaksanaan GCG dan 2) evaluasi (review) atas tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan dari hasil penilaian sebelumnya. Pada prinsipnya yang melakukan evaluasi adalah BUMN itu sendiri (penilaian mandiri), sedangkan pelaksanaan penilaian dilakukan oleh penilai independen yang kompeten dan harus ditunjuk oleh Dewan Komisaris.
Dasar hukum penilaian mandiri atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG) pada BUMN adalah:
1.      Peraturan Menteri Negara BUMN No Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN Pasal 44 (1b), (5), (6), (7), dan (9)
2.      Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN No SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/ Parameter Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN
Aktivitas dan tujuan penilaian/evaluasi  penerapan GCG:
o    Pengukuran kualitas penerapan GCG di BUMN dalam rangka pemberian skor atas penerapan GCG dan pemberian kategori kualitas penerapan GCG
o    Identifikasi kekuatan dan kelemahan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan penerapan GCG di BUMN dalam rangka mengurangi kesenjangan pada kriteria GCG
o    Pemantauan konsistensi penerapan GCG di BUMN dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan kebijakan tata kelola di lingkungan BUMN
Indikator/parameter penilaian dan evaluasi atas penerapan GCG pada BUMN dikelompokkan dalam 6 (enam) faktor yaitu:
1.      Komitmen terhadap penerapan GCG yang berkelanjutan (7%)
2.      Pemegang saham dan RUPS (9%)
3.      Dewan Komisaris (35%)
4.      Direksi (35%)
5.      Pengungkapan dan keterbukaan informasi (9%)
6.      Faktor lainnya (5%)
Berdasarkan penilaian atas penerapan GCG, berikut ini adalah kategori kualitas penerapan GCG di BUMN:
o    Sangat Baik         > 85
o    Baik                        75-85
o    Cukup Baik          60-75
o    Kurang Baik        50-60
o    Tidak Baik            >=50
Bagaimana penilaian atas penerapan GCG di BUMN dan kertas kerja asesmen akan saya sampaikan pada paparan berikutnya.
Komentar : BUMN perbankan harus bisa menerapkan GCGjauh lebih baik agar dapat berkompetisi dengan bank – bank lain baik nasional maupun internasional .
Dalam memperkuat prinsip good governancerenumerasi harus diperbaiki, disiplin harus ditegakkan, reward and punishment harus diterapkan, misalnya: stimulasi dan renumerasi harus ditingkatkan, gaji karyawan dinaikkan sesuai kemampuan perusahaan masing - masing, sistem dan corporat culturnya harus diperbaiki, transformasi law enforcementnya harus ditegakkan dan juga harus melaksanakan publik service obligation dengan baik .

sumber : Buku Etika Bisnis

karangan Prof.Dr.Kees Bertens

Penerapan Good Corporat Governance - Perbankan

Penerapan Good Corporat Governance - Perbankan
1.       Bank dan industri perbankan secara keseluruhan sebagai lembaga intermediasi sektor keuangan, memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara.
2.       Perkembangan imdustri perbankan indonesia telah menunjukan kemajuan yang sangat pesat baik dari sudut pertumbuhan aset jenis produk yang di tawarkan antara lain sebagai akibat berkembangnya bank sebagai konglomerasi
3.       Sebagai respon dari pentingnya pelaksanaan GCG oleh masing-masing bank,dalam BASEL III antara lain dilakukanperubahan kriteria kesehatan bank sehingga didalamnya termasuk pelaksanaan GCG
4.       Befasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tercantum pada butir 1-3 diatas, KNKG memandang perlu untuk menerbitkan pedoman GCG
5.       Implementasinya hanya diperuntukan sebagai bank umum yang secara keseluruhan mempunyai pangsa pasr lebih dari 95%
6.       Sistematika pedoman ini berbeda dengan sistematika pedoman yang dikeluarkan pada tahun 2004 terutama yang berkaitan dengan GCG sebagai sitem

Komentar : ada 2 pedoman yang disusun yaitu :
a.       Versi pendek yang memuat prinsip dasar
b.      Versi panjang yang memuat baik prinsip dasar maupun pedoman pelaksanaan
Pedoman tersebut merupakan versi pendek yang hanya memuat prinsip dasar yang harus menjadi pedoman bagi bank-bank umum di indonesia dalam menerapkan GCG

sumber : Buku Etika Bisnis

karangan Prof.Dr.Kees Bertens

Prinsip Good Corporate Governance (GCG)

Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaituTransparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF.  Penjabarannya sebagai berikut   :
1. Transparency (keterbukaan informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi.  Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.
2. Accountability (akuntabilitas)
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan pertanggungjawaban elemen perusahaan.  Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
3. Responsibility (pertanggung jawaban)
Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.  Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
4. Indepandency (kemandirian)
Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Fairness(kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.  Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
sumber : Buku Etika Bisnis

karangan Prof.Dr.Kees Bertens

Senin, 11 November 2013

Contoh Perusahaan yang Menggunakan CSR


I.1 Sekilas tentang Danone Aqua

Aqua adalah sebuah air merek dalam kemasan (AMDK) yang lahir atas gagasan almarhum Tirto Utomo (1990-1994),dan diproduksi oleh PT Aqua Golden  Mississipi. PT Danone Aqua Tbk adalah pelopor industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Asia tenggara, salah satunya Indonesia. Berdiri pada tanggal 23 februari 1973 dan mulai mematenkan kemudian memasarkan produknya dengan merek Aqua pada oktober 1974. Sejak tahun 1987 Aqua telah memasuki pasar regional (Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Maladewa, Australia, New Zealand, Hong Kong, Filipina, Vietnam). Di Indonesia sendiri Aqua telah memiliki 3 pabrik yang masing masing berlokasi di Bekasi, Citeureup Bogor dan Mekarsari Sukabumi.

Pimpinan Danone Aqua Parmaningsih Hadinegoro mengatakan, Aqua telah hadir di Indonesia lebih dari 35 tahun dan sejak awal kami membawa misi untuk menyediakan air minum dalam kemasan yang sehat dan aman bagi seluruh lapisan masyarakat dengan memegang teguh komitmen tanggung jawab sosial berkelanjutan.
Pabrik pertama di Indonesia berdiri di Bekasi dengan peluncuran produksi Aqua kemasan botol kaca ukuran 950 ml, pabrik kedua terletak di kota Pandaan, Jawa Timur. Kemudian dilakukan pengembangan produk Aqua kemasan PET pada tahun 1985 sehingga lebih berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Di tahun 1993 Aqua mengadakan program Aqua peduli (Cares) sebagai langkah pendaur ulangan botol plastik Aqua menjadi materi pelastik yang dapat digunakan kembali. Di Indonesia sendiri Aqua telah memiliki 3 pabrik yang masing masing berlokasi di Bekasi, Citeureup Bogor dan Mekarsari Sukabumi. Aqua telah memiliki 1.000.000 titik distribusi  yang dapat diakses oleh masyarakat Indonesia.
Penyatuan Aqua Danone terjadi 4 september 1998 berdampak pada peningkatan kualitas produk menjadi produsen AMDK terbesar di Indonesia. Di tahun 2000 Aqua meluncurkan produk berlabel Danone Aqua kemudian Danone meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama daro 40% menjadi 47% sehingga Danone menjadi pemegang saham mayoritas Aqua Group.
Aqua memiliki standart operasional yang tinggi yakni bahan baku air digunakan berasal dari sumber mata air pegunungan yang mengandung mineral mineral penting dan seimbang. Setiap tetes Aqua melalui proses 27 langkah tepat sistem Hydro pro untuk menjamin kemurniannya. Selain itu Aqua juga memperhatikan dalam aspek teknologi kemasan dan tentunya pelayanan konsumen.

Aqua adalah perusahaan yang mengutamakan kesterilan dan kehigienisan, terbukti ia memiliki laboratorium modern  untuk menguji produknya dan staf peneliti yang tinggal didalam perusahaan, ahli mikrobiologi dan ahli kimia. Selain itu untuk memenuhi standart air kemasan, Aqua telah diakui oleh PBB, badan pengawas makanan dan obat obatan Amerika, agen perlindungan lingkungan amerika dan asosiasi air kemasan internasional.

I.2 CSR AQUA

Mengingat Aqua adalah perusahaan yang telah melayani masyarakat hampir 40 tahun, Aqua juga menggunakan sumber daya alam yakni sumber air bersih, oleh karena itu untuk menjaga kesinambungan serta keseimbangan penggunaan sumber daya agar tetap terjaga dan manfaatnya bagi masyarakat luas dan menciptakan pertumuhan sumber daya yang berkelanjutan. Oleh karena itu dirasa penting Aqua melakukan kegiatan CSR, dalam rangka sebagai wujud komitmen dan tanggung jawab sosial perusahaan dengan menerapkan kegiatan berbasis masyarakat dalam menjalankan programnya. Kampanye yang telah dimulai sejak tahun 2007 ini juga adalah sebuah kampanye berkelanjutan mengenai kebaikan alam (Goodness of nature).

Salah satu program Aqua adalah WASH (Water Access, Sanitation, Hygiene Program) tujuanya untuk memberikan solusi dalam penyediaan air bersih di Indonesia. Didalam program WASH ini adalah program ‘Satu Untuk Sepuluh’, program ini juga mendukung program Millenium Development yang dicanangkan oleh PBB tujuannya untuk memerangi kemiskinan dan kelaparan diberbagai belahan dunia yang ditarget pada tahun 2015.
Program yang akan dibahas kali ini khusus pada CSR Aqua yang telah terlaksana yaitu program “1L Aqua untuk 10L Air Bersih”, menurut Binahidra Logiardi, manajer PT Tirta Investama yang membawahi perusahaan Aqua, slogan ini adalah ungkapan simbiolis untuk memudahkan pemirsa mencerna pesan yang ingin Aqua sampaikan,  dimana  setiap 1 liter yang terjual telah membantu 10 liter air bersih untuk 4 kecamatan.
Program ini didasarkan pada fakta yang menjelaskan bahwa ait adalah kebutuhan mendasar bagi manusia, namun permasalahanya tidak semua orang dapat mengakses air bersih, karena faktor demografis yang membutuhkan infrastruktur memadai untuk itu. padahal kesehatan lingkungan dan diri adalah sesuatu yang mahal dan harus dijaga oleh pribadi individu.
Program ini dilaksanakan di Timor Tengah Selatan karena berdasarkan survey terbaru yang dilakukan ACF (Action Contre la Faim). NTT dianggap sebagai wilayah yang tepat, karena sedang mengalami program kelangkaan air bersih dibagian belahan timur Indonesia (program satu untuk sepuluh, 2007). Masyarakat NTT juga masih kesulitan dalam mengakses air bersih, mereka harus berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh, medanya pun terjal, berbatu bahkan harus melewati sungai. Dibutuhkan waktu sekitar satu jam untuk membawa pulang dan pergi air dalam jerigen tiap harinya.

Kelangkaan air ini sangat berpengaruh pada banyak aspek, mulai dari anak anak yang mau tida mau harus membantu orang tua mereka untuk mendapatkan air, sehingga waktu bermain dan belajar merekapun sering terabaikan oleh hal ini, ancaman ragam penyakit juga menghantui mereka mulai dari demam berdarah, diare hingga malaria adalah penyakit yang sudah biasa mereka derita.
Berangkat dari permasalahan diatas, Aqua berkomitmen untuk memperbaiki kesejahteraan anak Indonesia. Untuk setiap liter produk Aqua berlabel khusus yakni Aqua 600 mm dan 1.500 mm dijual maka konsumen telah membantu program Aqua denga menyumbangkan 10 liter air bersih kepada masyarakat yang membutuhkan. Selain itu Aqua akan memperpendek jarak sumber air ke pemukiman penduduk dengan cara menempatkan pipa pipa ke tempat yang lebih mudah dijangkau. Sehingga jarak tempuh satu jam kini bisa diubah dengan jarak 200 meter saja, karena air bersih akan disalurkan melalui pipa pipa tersebut.
Aqua telah memberikan akses tersebut kepada 12.000 penerima bantuan dibeberapa desa kecamatan Boking dan Amanatun Utara NTT. Dalam program ini sumber mata air pegunungan yang terdapat didesa ditutp dengan menggunakan bangunan dari semen kemudian air tersebut dialirkan ke dusun melalui 11 titik keran air, penyaluran tersebut menggunakan dua prinsip teknologi yakni berdasarkan gravitasi dan pompa hidran. Panjang total pipa yang dibangun adalah 6 km,
Tujuan program ini dikatakn berhasil karena targetnya telah terpenuhi :
1.      Perbaikan infrastruktur air bersihdan jumlah ketersediaan air bersih, telah dipangkasnya jarak tempuh yang jauh menjadi lebih dekat sehingga mempermudah kebutuhan hidup mereka.
2.      Terciptanya kesadaran hidup sehat malalui penyuluhan kesehatan.
3.      Kerjasama dengan stakeholder lokal untuk mendukung keberlanjutan program.

I.3 Waktu Program

Program ini dimulai pada bulan Juli 2007 dan berakhir pada September 2007. Kemudian dilakukan riset awal di Timor tengah untuk pemantauan program pada Maret 2008 hingga Juni 2008. Program tersebut tidak hanya berhenti disitu saja, karena Aqua ingin benar benar melakukan perubahan kesejahteraan masyarakat sebagai bentuk kepedulian sosial Aqua terhadap masyarakat. terbukti pada tanggal 13 September 2009 hingga 10 tahun kedepan. Aqua mengadakan program yang bernama “Satu Untuk Sepuluh”. Tujuannya adalah untuk mempromosikan gaya hidup sehat dengan menyediakan akses air bersih dan pendidikan seputar kesehatan. Target program ini diharapkan dapat menjangkau 18.900 penerima bantuan didesa desa, Kecamatan Boking, Amanatun Utara, Toianas dan Noebana. Dalam program ini yang telah sukses diwujudkan adalah :
  • Penyediaan Akses Air Bersih yang lebih mudah
  • Penyuluhan Pola Hidup Sehat
  • Pemberdayaan Masyarakat di wilayah tersebut

Sebuah kegiatan dikatakan termasuk CSR jika memiliki ciri ;
a.                Identifikasi
yakni Aqua harus bisa memprioritaskan  kegiatan tersebut untuk orang orang yang benar benar membutuhkan (needs) dibanding mementingkan keinginan (wants), disini Aqua berprioritas untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat NTT, hal ini menunjukan bahwa disamping Aqua adalah sebuah perusahaan besar yang juga memiliki komitmen terhadap masyarakat dengan memberikan kontribusi yakni melakukan kegiatan untuk mengatasi kelangkaan air bersih salah satunya di NTT.

b.                Continuity 
yakni kegiatan yang bersifat terus menerus atau berkesinambungan. Hal ini dikarenakan untuk dapat mengubah perilaku dan mindset masyarakan tentang pentingnya air bersih sehingga untuk merubah kedua hal tersebut dibutuhkan jangka waktu yang panjang, Kegiatan Aqua ini bertajuk WASH (Water Access, Sanitation, Hygiene Program) didalamnya terdapat program ‘1 liter untuk 10 liter’ dan dilanjutkan dengan program ‘satu untuk sepuluh’ dengan jangka waktu hingga 2020 untuk membantu daerah daerah yang sedang mengalami krisis air bersih.

c.                 Empowering
yakni kegiatan yang dilakukan menekankan pada aktivitas tersebut dilakukan oleh masyarakat yang bersangkutan. Yakni Aqua memberikan penyuluhan penyuluhan kesehatan untuk membekali masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan air bersih yang benar. Dalam pengerjaan fisik Aqua juga melibatkan masyarakat karena tiap dusun memiliki komite air yang bertugas merawat instalasi. Sebanyak 127 komite air telah dibekali dengan berbagai keterampilan agar masyarakat dapat mengelola sarana air bersih, memberikan edukasi melalui kegiatan seperti pemutaran film, pertunjukan  drama.

I.5 Model Two Ways Asymmetrical

Public relation dalam kampanye artinya telah melakukan komunikasi dua arah (two ways asymmetrical), perusahaan menjalankan program komunikasi kepada publik dan memperhatikan adanya feedback dari publik. Hasil yang diharapkan adalah pembentukan sikap publik yang sesuai dengan keinginan perusahaan. Model komunikasi humas yang mampu menyeimbangkan nilai nilai personal dengan nilai nilai profesional. Serta antara nillai nilai perusahaan dengan nilai nilai publik. Komunikasi dua arah dalam proses dialog dengan publik untuk mencapai kesepahaman berkaitan dengan konsekuensi dari keputusan atau tindakan organisasi.

Menurut Grunig dan white (1992) dalam buku Public Relations dan Coorporate Social Responsibility (Aswad Ishak dkk, 2011 : 108-109) model tersebut menekankan komunikasi dua arah dan menekankan peran praktisi humas untuk memenuhi kepentingan publik sekaligus menjadi penasehat pihak menejemen. Tanggung jawab sosial perusahaan sendiri idealnya adalah realisasi dari pemahaman organisasi terhadap kebutuhan publik sekaligus komitmen organisasi untuk melakukan tindakan sosial. Model ini menekankan pencapaian program untuk tujuan jangka panjang
Berangkat dari model diatas, CSR Aqua dan publiknya memiliki kekuatan atau ‘power’ yang sama dalam mempengaruhi segala keputusan atau dampak akhir bagi kedua belah pihak nantinya.Yakni apakah feedback baik yang disampaikan oleh publik tersebut dapat membantu/mempengaruhi citra dan memperkuat branding Aqua untuk lebih baik, begitu juga sebaliknya jika feedback yang disampaikan negatif maka akan berpengaruh pada tujuan organisasi yang gagal. Artinya kedua belah pihak saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Dalam perjalanannya model ini tidak selamanya benar, oleh karena itu banyak mendapatkan kritikan. Dimana kedua belah pihak (perusahaan dan publik) tidak seluruhnya memiliki ‘power’ untuk saling mempengaruhi dalam memutuskan sebuah kebijakan, namun pihak yang paling mendominasi adalah organisasi, ialah yang mengagendakan seluruhnya dan publik disini hanya bisa pasif.
I.6 Komunikasi Persuasif Aqua

Dalam sebagian aktivitasnya di eksternal perusahaan, Public relations (PR) melakukan sebuah komunikasi yang secara tidak langsung bertujuan untuk mengajak dan mempengaruhi publik untuk dapat mengikuti keinginan yang ditargetkan perusahaan, sehingga terbentuklah sebuah sikap publik yang baik terhadap perusahaan. Public  relations dipandang sebagai sebuah usaha yang terencana dalam mempengaruhi opini publik, yang umumnya dilakukan melalui komunikasi persuasif (Dan Lattimore dkk, 2011:6). Komunikasi persuasif adalah  suatu hal yang dilakukan  hampir disemua aktivitas PR.
Salah satunya yaitu CSR, seperti yang telah dijelaskan diatas menurut Lord Holme dan Richard Wattss dalam (Brand Magazine for brand believer,juli 2006:30), mendefinisikan CSR adalah komitmen berkelanjutan perusahaan  untuk berperilaku secara etis dan berkontribusi kepada pengembangan ekonomi dengan tetap meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan keluarga mereka begitu juga halnya dengan masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan.
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial Aqua melakukan program CSR yang berkaiatan dengan pelestarian lingkungan dan SDA, hal ini sinkron mengingat Aqua adalah perusahaan yang berdasarkan pada air bersih (SDA) yang dari dulu hingga sekarang telah menjadi kebutuhan paling mendasar. Jadi logikanya setiap manusia yang ada didunia ini mau tidak mau pasti membutuhkan air bersih untuk menjaga kesehatan dan memenuhi kebutuhan lainnya.
Disinilah Aqua mampu masuk diantara kebutuhan tersebut, berkomitmen menjadi sebuah perusahaan air minum dengan kadar sterilisasi yang tinggi menjadikan Aqua memiliki kredibilitas luar biasa dimata publik.  Didukung lagi banyaknya program CSR Aqua yang semakin menarik simpatik publik bahwa Aqua bukan hanya perusahaan yang mengejar profit semata, namun menunjukan perusahaan yang berkomitmen tinggi untuk mengadakan perubahan sosial bagi masyarakat luas.
Kegiatan WASH yang diusung Aqua merupakan kegiatan CSR, dengan bentuk kampanye PR. Kampanye PR sendiri adalah suatu proses komunikasi terarah yang berprioritas dalam memberikan penerangan secara terus menerus kepada khalayak agar terbangun suatu pemahaman, motivasi, pengetahuan baru yang akan diterapkan dalam kehidupan sosial masyarakat. WASH adalah sebuah kampanye jangka panjang karena Aqua bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan publik serta menumbuhkan opini / persepsi positif tentang pemanfaatan air bersih yang nantinya akan tercipta kepercayaan publik tehadap Aqua melalui penyampaian pesan secara.