Senin, 11 November 2013

Artikel CSR



Masalah yang akan dibahas di sini dalam literatur etika bisnis di Amerika Serikat dikenal sebagai Corporation Social Responsibility atau  Social Responsibility of Corporatoin. Corporation atau korporasi, sebagaimana sudah dipakai dalam bangsa Indonesia, langsung dimengerti sebagai perusahaan, khususnya perusahaan besar. Tetapi sebenernya artinya adalah lebih luas, yakni badan hukum. “Korporasi” berasal dari bahasa latin (Corpus/Corpora = badan) dan sebetulnya berarti “yang dijadikan suatu badan” ( bandingkan : Incorporate ). Jika kita menelusuri perkembangan istilah ini, pada mulanya “korporasi” justru tidak menunjukan organisasi mencari untung. Istilah yang berasal dari hukum kekaisaran Roma ini, pada zaman pra-moderen di eropa masih secara ekslusif dipakai untuk menunjukan badan hukum yang didirikan demi kepentingan umum.

Hal yang sama pada mulanya berlaku juga di Amerika Serikat. Bahwa kini korporasi secara spontan dimengerti sebagai perusahaan, merupakan salah satu di antara sekian banyak bukti lain yang menunjukan betapa pentingnya peranan bisnis dalam masyrakat kita. Bagaimana pun perkembangan istilah “korporasi” masih tetap berarti “badan hukum”. Dalam situasi kita sekarang, perbedaan yang paling mencolok adalah antara badan hukum forprofit dan badan hukum non forprofit. 

CSR memiliki tiga elemen kunci (Aswak dkk, 2011:85) :
  1. CSR adalah komitmen, kontribusi, cara pengolahan bisnis dan pengambilan keputusan pada perusahaan.
  2. Komitmen, kontribusi, pengelolaan bisnis dan pengambilan keputusan perusahaan didasarkan pada akuntabilitas, mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan, memenuhi tuntutan etis, legal dan profesional.
  3. Perusahaan memberikan dampak nyata pada pemangku kepentingan dan secara khusus pada masyarakat sekitar.
CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat; ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank Dunia (Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran pemerintah yang terkait dengan CSRmeliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.

Sumber : Buku Pengantar Etika Bisnis
Pengarang : Prof. Dr. Kees Bertens

Tidak ada komentar:

Posting Komentar